Tips Selamat Dunia Akhirat Sunan Kalijaga atau Sunan Kalijogo adalah salah seorang tokoh Wali Songo yang namanya sangat lekat di benak Muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi Jawa.
Tips Selamat Dunia Akhirat Pituduhe Sunan Kalijaga
Dia adalah putra Adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon.
Mengenai asal-usulnya, ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa ia juga masih keturunan Arab. Tapi, banyak pula yang menyatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah orang Jawa asli. Van Den Berg menyatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah SAW. Dari perkawinan ini ia memiliki putra bernama Aria Wilatikta. Menurut catatan Tome Pires, penguasa Tuban pada tahun 1500 M adalah cucu dari penguasa Islam pertama di Tuban. Sunan Kalijaga atau Raden Mas Said adalah putra Aria Wilatikta. Sejarawan lain seperti De Graaf membenarkan bahwa Aria Teja I (‘Abdul Rahman) memiliki silsilah dengan Ibnu Abbas, paman Nabi Muhammad.
Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak, dan mempunyai 3 putra, yaitu R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh dan Dewi Sofiah.
Masa hidup Sunan Kalijaga
diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit yang berakhir pada tahun1478, Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram di bawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Menurut cerita yang sering kita dengar, sebelum menjadi bagian dari Walisongo, Raden Said adalah seorang perampok yang selalu mengambil hasil bumi di gudang penyimpanan hasil bumi. Dan hasil rampokan itu ia bagikan kepada orang-orang yang miskin.
Suatu hari, Saat Raden Said berada di hutan, ia melihat seorang kakek tua yang bertongkat. Orang itu adalah Sunan Bonang. Karena tongkat itu dilihat seperti tongkat emas, ia merampas tongkat itu.
Katanya, hasil rampokan itu akan ia bagikan kepada orang yang miskin. Tetapi, Sunan Bonang tidak membenarkan cara itu. Ia menasihati Raden Said bahwa Allah tidak akan menerima amal yang buruk. Lalu, Sunan Bonang menunjukkan pohon aren emas dan mengatakan bila Raden Said ingin mendapatkan harta tanpa berusaha, maka ambillah buah aren emas yang ditunjukkan oleh Sunan Bonang.
Singkat cerita, Raden Said ingin menjadi murid Sunan Bonang.
Dia pun lalu menyusul Sunan Bonang ke sungai dan berkata bahwa ingin menjadi muridnya. Raden Said tidak boleh beranjak dari tempat tersebut sebelum Sunan Bonang datang. Raden Said lalu melaksanakan perintah tersebut. Karena itu, ia menjadi tertidur dalam waktu lama.
Tiga tahun kemudian, Sunan Bonang datang dan membangunkan Raden Said. Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang. Paham keagamaannya cenderung “sufistik berbasis salaf” -bukan sufi panteistik yang menekankan pada unsur pemujaan semata. Ia juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Ia sangat toleran pada budaya lokal. Tidak mengherankan, ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam. Ia menggunakan seni ukir, wayang, gamelan, serta seni suara suluk sebagai sarana dakwah. Beberapa lagu suluk ciptaannya yang populer adalah Ilir-ilir dan Gundul-gundul Pacul.
Tips Selamat Dunia Akhirat Metode dakwah tersebut sangat efektif.
Sebagian besar adipati di Jawa memeluk Islam melalui Sunan Kalijaga; di antaranya adalah Adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.
Lalu apa saja 10 Wasiat atau Dasa Pitutur Kanjeng Sunan Kalijaga yang masa hidupnya konon mencapai 100 tahun lamanya itu?
Berikut ini isi nasihat berharga dari beliau yang layak kita renungkan dan kita jalankan dalam kehidupan kita, jika kita mendambakan kehidupan yang selamat baik di dunia maupun di akhirat.
1, Urip Iku Urup, yang bermakna Hidup itu Nyala.
Maka hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain di sekitar kita. Karena semakin besar manfaat yang bisa kita berikan, tentu akan lebih baik. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan bahwa manusia terbaik adalah manusia yang paling bermanfaat bagi manusia lain.
2, Memayu Hayuning Bawono, Ambrasto dur Hangkoro,
Tips Selamat Dunia Akhirat yang bermakna bahwa manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak.
3, Suro Diro Joyo Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti,
Tips Selamat Dunia Akhirat yang bermakna bahwa
Maka manusia hendaknya lebih mengutamakan akhlakul karimah, tidak hidup di bumi dengan bersikap sombong dan tidak gemar membuat kerusakan di atasnya.,
Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo Aji-Aji, Sugih Tanpa Bondho,
yang bermakna bahwa manusia harus tetap berjuang meski tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa mengandalkan kekuatan; Kaya tanpa didasari kebendaan. Itulah modal manusia dalam hidup, yang senantiasa menjunjung tinggi harkat martabat kemanusiaannya sebagai anugerah kodrati dari Tuhan.
5, Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan,
yang bermakna
hendaknya manusia jangan gampang sakit hati dan ciut nyali manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala dirinya kehilangan sesuatu. Karena manusia mesti senantiasa sadar, bahwa semua hanya milik-Nya. Dialah Sang Pemilik Sejati, sementara dirinya hanya semata si penerima titipan belaka.
6, Ojo Gumunan, Ojo Getunan, ojo Kagetan, ojo Aleman,
Tips Selamat Dunia Akhirat yang bermakna hendaknya manusia jangan mudah terheran-heran; Jangan mudah menyesal; Jangan mudah terkejut dan kaget; Juga jangan mudah kolokan, cengeng atau manja. Sebaliknya, manusia mesti tak mudah euforia di kala senang dan tidak pula histeria di kala sedih, melainkan harus tetap tenang dan tegar dalam segala keadaan.
7, Ojo Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman,
yang bermakna hendaknya manusia jangan terlampau terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi. Karena sejatinya semua itu, ibarat hanya senda-gurau belaka.
8 Ojo Kuminter Mundak Keblinger, ojo Cidra Mundak Cilaka,
yang bermakna bahwa hendaknya manusia jangan sok merasa paling pandai agar tidak salah arah; Jangan suka berbuat curang agar dirinya tidak celaka. Manusia mesti selalu ingat bahwa hanya Tuhanlah yang Maha Tahu, sementara dirinya hanya mendapatkan karunia kepandaian dan ilmu tak lebih dari seujung kuku saja. Karena itu, sudah selayaknya manusia hidup berlaku jujur dan senantiasa teguh di jalan kebenaran.
9. Ojo Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo,
yang bermakna hendaknya manusia jangan gampang tergoda dan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, dan indah; Jangan berpikir mendua agar tidak malah kendor niat dan semangatnya dalam berkarya. Sedangkan dalam berikhtiar dan berupaya hendaknya dia tetap fokus dan tidak mendua.
10 Ojo Adigang, Adigung, Adiguno,
yang bermakna hendaknya manusia jangan berwatak sok kuasa, sok besar, sok sakti dan sok-sok lainnya. Karena seperti kata pepatah, di atas langit masih ada langit. Dan sesungguhnya, pakaian kesombongan itu hanya Tuhan yang pantas memakainya, bukan manusia yang sejatinya adalah budak yang tak kuasa dan hamba yang penuh cacat dan cela.
Itulah kesepuluh wasiat atau pitutur dari Kanjeng Sunan Kalijaga yang patut kita pedomani dan semampu kita hendaknya kita wujudkan dalam kehidupan di dunia, agar kita beroleh keselamatan dan kebahagiaan abadi di akhirat kelak.